Gorut Ceria : Sayang seribu sayang apalah daya tangan tak sampai ” berhayal andai ada ke ajaiban namun seakan proses panjang menyelimuti liku liku kehidupan , mendambakan rumah yang layak seperti halnya warga lainnya tapi sekat demokrasi desa menjadi penghalang mimpi mimpi itu, kendati bertubi tubi program pemerintah baik pusat Provinsi daerah bahkan desa pun turut memprogramkan rumah layak huni, fakta berkata lain seorang warga Dusun Botuwanggubu Desa Ibarat Kecamatan Anggrek Rahman Abjul di temani istri tercinta dan tiga anak terpaksa harus bertahan hidup di sebuah rumah kecil.
Secara kasat mata ini tak pantas jika di pertontonkan ke publik, namun media punya hak memberikan informasi sebagai bentuk rasa peduli sesama manusia. Apalagi desa Ibarat dikenal sala satu desa yang maju dari sisi perekonomian, banyak rumah rumah warga berdiri kokoh nan mewah, sektor pertanian pun begitu menjadi salah satu barometer pendongkrat ekonomi warga, belum lagi Desa Ibarat memiliki Tambang emas yang cukup menggiurkan ditambah lagi dengan SDM SDM yang mumpuni. Tapi fakta lapangan masih ada warga yang entah sengaja di biarkan begitu saja atau mungkin balas dendam politik ” Pilkades”
Awak media mencoba menggali se detail mungkin apa gerangan Rahman abjul tidak mendapatkan perhatian dari Pemerintah desa, bayangkan jika hujan turun rumah yang di anggap istana itu atapnya tak mampu melindungi mereka dari kebasahan, panasnya terik matahari selalu menembus lantai rumah mereka, kasihan untuk tetap bertahan lama atap rumbia yang sudah mulai rusak dan celahnya mulai kelihatan dengan cepat Rahman mengambil bekas Triplek milik tetangga untuk di tempel pada sela sela atap, tak hanya itu keadaan dalam rumah begitu semraut, lantai papan rumah itu sudah pada rapuh . Dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu itu sudah tua dan rusak, ancaman mahluk mahluk kecil berbisa selalu mengintai tidur dan istirahat mereka, rupanya keluarga kecil itu tak menghiraukannya ,hari hari pun di lalui dengan senyum manis meski hati dan perasaan mereka bertanya tanya ” kapan mereka bisa keluar dari persoalan yang begitu rumit ini ” anehnya Rahman adalah tetangga kepala dusun itu sendiri, bisa bisanya kadus itu menutup mata dan tak mau ambil pusing ,isak tangis ke tiga anak anak Rahman yang setiap saat menangis kedinginan dan kepanasan di anggap hanya sebagai nada dering, lebih hebat lagi Rahman merupakan keponakan dari Kadusnya itu
Pewarta: Miton Modanggu