Kusno Danupoyo : Pahlawan yang Terabaikan “23 Januari 1942-2020

4625
0


Oleh : Adris K. Malae

Sosok Kusno Danupoyo, mungkin tak setenar, Nani wartabone setiap momen 23 Januari. Tetapi kiprahnya dalam mengusir penjajah Belanda di Gorontalo tidak perlu diragukan lagi. Taktik penyergapan, serta upaya mengumpul masa, dilakukan dengan baik dan terarah. Kusno Danupoyo, dalam literasi sejarah Gorontalo masih banyak yang belum diungkap, beda dengan Nani Wartabone, berpuluh buku, ratusan artikel telah terbit, bahkan monumen patung beliau kokoh berdiri di Lapangan kebanggaan masyarakat Gorontalo. Beda dengan Nani Wartabone, Kusno Danupoyo hanya memiliki sedikit penggemar, juga tidak memiliki patung, kecuali nama Aula Korem 133 Gorontalo itupun belum lama ini dibangun, selebihnya kurang (bukannya tidak ada) karena mungkin bagi sebagian rakyat Gorontalo beliau hanya orang biasa, yang hanya mempunyai sedikit peranan terhadap perjalanan pejuangan kemerdekaan Gorontalo yang dikumandangkan pada 23 Januari 1942. Ini perlu diperhatikan, apalagi terkait literasi Kusno Danupoyo, dari literasi itulah beliu bisa dikenal, bisa dikenang dan bisa diabadikan dalam memori kolektif masyarakat Gorontalo.

Siapa Kusno Danupoyo?

Banyak yang belum tahu siapa Kusno Danupoyo, dariaman asalnya, sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian mendalam terkait beliau, bukan hanya pada asal-usul, tapi juga pada arah dan tujuannya ke Gorontalo, bahkan sampai tergabung dalam pasukan di Gorontalo bersama Nani Wartabone. Dengan demikian perlu pengkajian mendalam terkait Kusno Danupoyo, jika tidak demikian, maka kata pahlawanan yang “terabaikan” akan selalu melekat pada diri Kusno Danupoyo.

Menilik tempat asalnya, beberapa sumber online yang mengatakan Kusno Danupoyo berasal dari Jawa Tengah tepatnya daerah Solo, hal ini bisa saja benar, karena berdasarkan perbincangan saya dengan Pak B.J Mahdang salah satu sejarawan Gorontalo, bahwa Pak Kusno sempat diangkat menjadi Gubernur Lampung pertama periode 1964-1966. Setelah masa pemerintahannya di Lampung selesai beliau kembali lagi ke Solo dan wafat pada tahun 1989.

Sosok penting seperti Kusno Danupoyo, dan peranannya dikala mengusir penjajah tahun 1942, serta sempat menjabat PPG dan jabatan lainnya justru lebih memilih pergi ke Lampung dan menjadi Gubernur. seharusnya setelah Gorontalo aman dari penjajahan, permesta dan kelompok lain, Kusno Danupoyo justru tidak mendapatkan tempat dan kedudukan di Gorontalo, sehingga memilih daerah lain. Akan tetapi beberapa pernyataan ini masih merupakan hipotesis yang masih perlu ditelusuri lebih lanjut kebenarannya.

Selain itu, nama Kusno Danupoyo muncul ditengah-tengah gejolak perlawanan antara masyarakat Gorontalo dan penjajah Belanda. Iteratur-literatur yang tersedia belum ada secara detail mengupas sosok penting dalam sejarah Gorontalo. Bahkan seperti yang telah disebutkan diatas informasi terkait daerah asal Kusno Danupoyo didapatkan melalui pencaraian online (Google) sampai saat ini sumber primer terkait dengan asal daerah, masa kecil sampai dengan tiba di Gorontalo itu belum didapatkan.

Logika sederhanya adalah, jika sumber primer terkait dengan Kusno Danupoyo tersedia, pasti perjalanan sejarah dari Kusno Danupoyo sudah ditulis, bahkan dibukukan, yang paling potensial adalah tulisannya terbit dalam jurnal-jurnal nasional bahkan internasional. Akan tetapi sampai saat ini belum ada tulisan yang khusus mengkaji secara spesifik sosok Kusno Danupoyo.

Kusno Danupoyo dan Perlawanan 23 Januari 1942

Dalam beberapa literatur terkait sejarah Gorontalo, sosok Kusno Danupoyo dikenal sebagai penggerak sekaligus pejuang kemerdekaan pada tanggal 23 Januari 1942. Bersama-sama dengan Nani Wartabone dan Pendang Kalengkongan, Kusno Danupoyo berupaya menggerakan Masyarakat untuk membekukan kekuasaan Belanda. Dalam buku Joni Apriyanto (2012) disebutkan bahwa tokoh-tokoh ini dikenal dengan kelompok elite bukan pemerintah yang memanfaatkan massa sebagai instrument penting dalam memperkuat kedudukannya.

Salah satu peran penting Kusno Danupoyo adalah ketika rumah kediamannya dijadikan sebagai tempat untuk mengadakan rapat terkait pembentukan badan perjuangan yang dikenal dengan Komite Dua Belas dengan ketuanya Nani Wartabone dan Kusno danupoyo sebagai wakil ketua. Komite Dua Belas memiliki kedudukan penting terkait dengan keselamatan rakyat Gorontalo, apalagi menyangkut perlakukan pemerintah Belanda yang pada waktu itu melakukan berbagai pembumihangusan spot penting yang ada di Pabean dan Kwandang.

Selain menjadi lokasi rapat pembentukan badan perjuangan, rumah kediaman Kusno Danupoyo juga dijadikan sebagai pos komando perjuangan. Alasan mengapa rumah beliau dijadikan sebagai tempat berkumpulnya para pejuang yaitu karena Kusno Danupoyo dipercayakan sebagai Wakil Ketua dari Komite Dua Belas, selain itu letak rumah yang strategis berdekatan dengan beberapa rumah kediaman dari para pemimpin Belanda, sehingga leluasa melakukan pergerakan untuk menggempur para pemimpin Belanda tersebut.

Setelah peristiwa itu masyarakat Gorontalo membentuk pemerintahan darurat dengan Nani Wartabone sebagai Kepala Pemerintahan Militer dan Kusno danupoyo Kepala Pemerintahan Sipil Gorontalo (Kementrian Penerangan, 1953), dan masih banyak lagi perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh Kusno Danupojo di tanah Hulonthalangi (Gorontalo).

Faktanya adalah, Kusno Danupoyo merupakan partner perjuangan Nani Wartabone. Setiap gerakan, taktik, dan rencana yang dilakukan untuk pengambilalihan kekuasaan dari tangan Belanda, selalu dilakukan bersama-sama, dan dengan bantuan tokoh-tokoh pejuang lainnya. Sayangnya, nama Kusno Danupoyo tak setenar Nani Wartabone. Setelah semuanya merdeka, seharunya Kusno Danupoyo tingglal dan memegang jabatan penting seperti tokoh-tokoh lainnya, tetapi hal ini berbeda, justru Kusno Danupoyo berkarir di tanah seberang, dan menjadi Gubernur Lampung yang pertama.(**)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here