Prof. Fory Armin Naway dan Kumandang “Payu Limo Totalu”

1682
0

GORONTALO (barometernewsgo.com)-Ada hal yang menarik untuk ditelaah  dari kegiatan Ceremoni pengukuhan Guru Besar tetap Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Prof. Dr. Hj. Fory Armin Naway, M.Pd dan Prof. Dr. Abdul Rahmat, S.Sos.I, M.Pd yang berlangsung di Hotel Damhil Kompleks Kampus UNG, Rabu (16/3) lalu.   

Dalam orasinya yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pendidikan Nasional Merdeka Belajar di Era Otonomi Daerah”, Fory Armin Naway pada bagian penutup mengutip 5 prinsip dasar yang menjadi pesan dari warisan leluhur Gorontalo, yakni Bangusa Talalo, bangsa atau keturunan yang harus dijaga, Lipu Poduluwalo atau Negeri harus dibela, Nyawa Podungalo atau Nyawa dipertaruhkan untuk Negeri, Batanga Pomaya  atau jiwa dan raga ini harus diabdikan untuk negeri dan Upango Potombulu atau harta diwakafkan untuk kemanusiaan.

Patut diapresiasi, karena 5 prinsip dasar warisan leluhur Gorontalo yang  sudah sangat jarang didengar oleh generasi muda Gorontalo tersebut, kali ini dan mungkin untuk yang pertama kali dalam sejarah, berkumdang di hotel berbintang dan di hadapan para Guru besar dari Gorontalo dan dari luar Gorontalo serta para pengambil kebijakan di daerah ini. Tidak tanggung-tanggung, para tokoh yang hadir pada pengukuhan Guru Besar tetap UNG kali ini, diantaranya ; Rektor Universitas Negeri Gorontalo, Rektor Universitas Pasundan Bandung, Rektor Universitas Pakuan Bandung, Walikota Gorontalo, Dr. Marthen A. Taha, M.Ec.Dev, Bupati Gorontalo Prof. Nelson Pomalingo, Wakil Bupati Gorontalo Hendra Hemeto, ST, M.Si dan para akademisi serta pejabat penting lainnya di daerah ini.  

5 prinsip dasar warisan leluhur yang dikumandangkan Prof. Armin Naway pada momentum penting ini, tidak hanya relevan dengan semangat membangun kemajuan pendidikan di Gorontalo pada era otonomi daerah, tapi juga merupakan angin segar,  bahwa nilai-nilai filosofis warisan leluhur Gorontalo mulai bangkit dan menggema dalam ruang lingkup dunia akademik. Dengan begitu diharapkan, semangat untuk menggali dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal akan terus berhembus dan menjadi energi baru dalam membangun kemajuan pendidikan di Gorontalo.

Dalam tataran adat Gorontalo, 5 prinsip dasar yang dikumandangkan Prof. Fory Armin Naway, dikenal dengan istilah “Payu Limo Totalu”. Dalam Bahasa Gorontalo, Payu adalah “Baya” (jidat) dimana otak (akal) bersemayam,  “Limo” (Lima) “Totalu (yang di depan atau terdepan).  Dengan begitu, “Payu Limo Totalu” bermakna “U Limo Baya-bayahu” atau 5 prinsip dasar  yang senantiasa terus hidup, terikrar dan tertanam dalam benak  warga Gorontalo. Spirit yang terkandung di dalamnya adalah  agar masyarakat Gorontalo berkemampuan mewujudkan Gorontalo meraih predikat “Lipu Pe’i Hulalu” atau negeri yang diibaratkan seperti bulan purnama yang memancarkan cahaya (nur) kedamaian, kesejukan dan ketentraman atau Baldatun Thayibatun Warrabun Ghafuur.

Payu Limo Totalu dapat disebut pula sebagai “Pancasilanya” Gorontalo yang sejatinya dikumandangkan, disosialisasikan dan dimasyarakatkan dengan harapan dapat dimaknai dan dihayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya secara kolektif oleh masyarakat Gorontalo.

Jika menelaah intisari  orasi ilmiah Prof. Armin Naway dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar dapat disimpulkan, bahwa kebijakan pendidikan nasional Merdeka Belajar di era otonomi daerah, sangat penting dan strategis dimanifestasikan  melalui kolaborasi harmonis dengan nilai-nilai filosofi kearifan lokal Gorontalo. Bagi Prof. Fory Armin Naway  nilai-nilai yang terkandung dalam “Payu Limo Totalu” dapat menjadi spirit, sumber energi baru  dan sangat penting menjadi landasan moral bagi para pengambil kebijakan di daerah ini untuk mengimplementasikan Merdeka Belajar di Gorontalo.

Selain itu, dari orasinya yang memberi bobot pada nilai kearifan lokal Gorontalo seakan menjadi bukti, bahwa meski Ketua PGRI Kab. Gorontalo ini sudah menyandang predikat Profesor dengan atribut yang melekat didalamnya, namun ia  tidak akan pernah kehilangan jati dirinya sebagai orang Gorontalo.

Pesan lainnya adalah penggambaran tentang latar belakang keluarga besar Fory Armin Naway, orang tuanya, kakeknya, leluhurnya bahkan masa kecilnya yang sudah pasti ditempa dengan nilai-nilai ke-Gorontalo-an yang kental. Dengan begitu, kisah, kiprah dan romantika hidup Fory Armin Naway tidak hanya menjadi rujukan, spirit dan sumber inspirasi bagi kaum perempuan Gorontalo, tapi juga terdapat beberapa  dimensi historis yang turut memberi warna kehadiran dan kiprahnya di Gorontalo selama ini.

Jika merujuk pada  trah silsilah Naway di Desa Tenggela Kab. Gorontalo,  ternyata sosok Ketua TP-PKK Kab. Gorontalo ini, merupakan cucu dari mendiang almarhum Pasue Naway yang semasa hidupnya akrab disapa sebagai “Ti Bapu Tenggela”. Tooli ini disematkan kepada almarhum, karena semasa hidupnya menjabat sebagai “Ta’uda’a”  atau Kepala Desa Tenggela sekitar tahun 1910-1930-an. Pada tahun 1925 Ti Bapu Tenggela,  juga didaulat menjadi Ta’uda’a Lo Hutada’a atau Kepala Desa Hutada’a hingga akhir hayatnya. Selain itu, menurut kisah yang dituturkan secara turun-temurun, Leluhur “Li Bapu Tenggela” konon adalah Olongia Lo Lauwonu  yang memiliki 3 orang anak bernama Naway, Pulubuhu dan Entengo.

Selama hidpunya Bapu Tenggela dikarunia 3 orang anak, salah seorang diantaranya adalah Armin Naway, ayahanda tercinta dari Prof. Fory Armin Naway.  Mengikuti jejak ayahnya, Armin Naway juga pernah didaulat menjadi Kepala Desa Tenggela di era tahun tahun 1974.  Namun tahun 1975, mengundurkan diri karena haluan politiknya  kala itu yang cenderung berbeda dengan penguasa Orde Baru. Armin Naway adalah simpatisan dan kader PDI dan berkawan baik dengan Aroman Wartabone putra Pahlawan Nasional Nani Wartabone. Selain itu, Armin Naway juga merupakan sahabat karib tokoh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Abdul Jabar Bahua. Kedekatannya dengan kedua sosok ini tidak terlepas dari ketokohan Armin Naway yang sangat berpengaruh di lingkungan masyarakat Desa Tenggela kala itu. (ALI MOBILIU)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here