Oleh : Ali MobiliU
Pemred barometernewsgo.com
Secara politik, Iwan Adam memang tidak mendapatkan Rekomendasi dari DPP Partai Golkar. Hal itu sekaligus mengindiaksikan, bahwa Mandat DPD II Partai Golkar Pohuwato sama sekali tidak berarti bagi DPP. Namun jangan lupa bahwa dalam politik “Mandat Rakyat” justru jauh “Lebih Sakti” dari sebuah Rekomendasi.
Dalam konteks Pilkada di Pohuwato, publik atau masyarakat pemilih yang awam sekalipun, sudah cukup cerdas membaca apa yang tengah terjadi dalam tubuh Partai Golkar. Meski hanya dalam bentuk teka-teki, namun pada prinsipnya, manuver politik yang tengah dimainkan sangat mudah terbaca. Dalam konteks ini, Publik dengan sangat mudah membaca, mengamati dan menila, bahwa ada lakon “politik belah bambu” di Pilkada Pohuwato, yakni satu diangkat, satu diinjak”. Pasangan Saiful Mbuinga dan Suharsi Igirisa (SMS) diangkat dan diberikan rekomendasi, kendati tidak memegang mandat, sementara Iwan Adam yang memegang mandat, justru tidak mendapatkan rekomendasi. Rakyat yang polos, jelas melihat ini sebagai sebuah “pengingkaran” yang mengusik rasa keadilan masyarakat.
Ibarat dalam pembagian Sembako, orang yang membawa Kartu tidak mendapatkan bagian, justru yang tidak membawa kartu mendapatkan bagian. Logika perpikir masyarakat sangat sesederhana itu, apapun alasannya, hal itu sangat vulgar terlihat dan terkesan sebagai bentuk penganiayaan dan pendzoliman.
Dalam perspektif publik biasanya, seorang politisi yang tengah dianiaya dan didzolimi bukanlah sebuah kenistaan, melainkan akan memunculkan “kecintaan”. Publik akan dengan mudah tersentuh, simpatik dan trenyuh dengan sosok politisi yang tengah teraniaya.
Fenomena politik nasional jelang Pilpres pada 2004, antara Presiden Megawati Soekarno Putri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi contoh terhadap fenomena tersebut. Masih segar dalam ingatan bangsa ini, jelang Pilpres ketika itu, SBY di benak publik terkesan tengah teraniaya secara politik yang dilakukan oleh kubu Megawati Soekarno Putri yang nota bene calon petahana. Bahkan ketika itu, kubu Megawati Soekarno Putri seakan menempatkan SBY dalam lingkaran politisi level bawah, karena hanya seorang mantan “anak buah” yang dinilai tidak layak menjadi rival mantan atasannya, dalam hal ini MegawatI Soekarno Putri.
Yang terjadi kemudian, justru semakin dinista, SBY kian dicinta, semakin dianiaya, rakyat justru semakin sayang. Buktinya, pada proses pemungutan suara, SBY dinyatakan unggul dari Megawati Soekarno Putri yang ketika itu calon incumbent. Bahkan SBY mampu mendulang sukses menjadi Presiden selama 2 periode.
Dalam konteks ini, Partai Politik yang memiliki kursi di DPRD Pohuwato akan membaca fenomena Iwan Adam ini sebagai sebuah peluang. Iwan Adam sudah pasti akan dirangkul bahkan akan terus dipoles oleh partai politik pengusungnya sebagai sosok politisi yang teraniaya. Jika itu berhasil, maka Iwan Adam di atas angin.
Plkada di Pohuwato kali ini, dengan demikian akan melahirkan diksi di kubu Iwan Adam sebagai “Penganiayaan politik yang membawa berkah”. Iwan Adam seakan menemukan tambatan di hati publik yang kelak akan memberikan kepercayaan dalam bentuk “mandat rakyat”, tidak dalam bentuk hitam di atas putih, tapi putih nan bercahaya di atas nurani rakyat. (***)
Sumber Foto: Marwan Usman