GORONTALO GEMILANG (barometernewsgo.com)-Penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) yang menjadi program Kementerian Sosial RI untuk penanganan dampak pandemik Covid-19 di Desa Bakti Kec. Pulubala menuai protes dari warga. Hal itu dipicu oleh dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Bakti yang tidak melakukan proses verifikasi faktual terhadap data penerima BST sebagaimana yang menjadi intruksi Kementerian Sosial.
Salah seorang warga, Ibu Dina Abu menuturkan, warga yang seharusnya layak menerima BST, justru tidak mendapatkan apa-apa. Sementara mereka yang memiliki mobil pribadi hingga memiliki motor, tinggal di rumah permanen dan memiliki kebun kelapa yang luas sekalipun mendapatkan dana BST. “Napa dorang yang punya oto, punya motor, rumah gaga, batango bongo motanggalo, (pohon kelapa yang luas-red) dapa BST.” keluhnya dengan nada kesal. Warga yang tinggal di rumah yang tidak layak huni ini lantas mempertanyakan sistem pendataan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa. “Bagaimana dorang ini, justru yang berhak tida dapa, kan aneh dan tidak adil”imbuhnya.
Senada dengan hal itu, salah seorang Anggota BPD Desa Bakti, Dedi Setiawan Mahmud mengatakan, penyaluran dana BST di desanya memang terindikasi kuat, tidak hanya menyimpang tapi juga tidak transparan. Semestinya, sebelum menyerahkan BST ke masyarakat, Pemerintah Desa terlebih dahulu melakukan verifikasi data penerima untuk memastikan kelayakan penerima bantuan dan menempelkan pengumuman nama-nama penerima BST di Kantor Desa. Namun sayangnya, semua itu tidak dilakukan oleh Pemerintah Desa.
Buktinya, banyak penerima program BST yang justru tidak layak menerima, diantaranya, terdapat salah seorang anak aparat desa yang masih berusia 2 tahun tercatat sebagai penerima Dana BST. Juga, ada beberapa rumah tangga yang menerima lebih dari satu paket, yakni isteri dan suami masing-masing menerima satu paket hingga menjadi doubel. Yang lebih memprihatinkan lagi, terdapat penerima bantuan yang memiliki mobil pribadi dan kenderaan bermotor yang jauh dari kata miskin. Ada juga penerima yang ternyata kakak beradik yang tinggal serumah. Terhadap kejanggalan-kejanggalan itu, ia mengaku memiliki bukti yang akurat. “Saya punya bukti yang akurat, dari 84 penerima Dana BST terdapat kejanggalan dan penyimpangan” tuturnya sembari memperlihatkan daftar penerima BST.
Hal itu menurut Dedi sapaan akrabnya, mengindikasikan bahwa Pemerintah Desa tidak profesional dan terkesan pilih kasih dalam menyalurkan Dana BST. Akibatnya, banyak masyarakat yang cemburu dan mempertanyakan kinerja Kepala Desa yang seakan tidak adil dan tidak transparan dalam pengelolaan penerima dana BST.
Padahal menurut Dedi lagi, Verifikasi faktual sudah ada dari Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) pada tanggal 11 Mei 2020 melalui pesan yang ia terima di WatsApp. Ia juga sering mengikuti perkembangan bansos Kemensos bahwa Desa atau pemerintah Daerah diberikan wewenang untuk memverfikasi kembali karena mengacu pada polemik penyaluran BST tahap pertama yang bermasalah. “Makanya ada intruksi dari Kemensos yang memberikan hak kepada Pemda memverifikasi dengan cara, desa melaporkan ke Dinas Sosial melalui bidang Linjamsos. Seperti itulah intruksi yang diinformasikan oleh TKSK untuk operator SIKS dan Kaur Kesos” jelasnya.
Namun hal yang berbeda dikemukakan Kepala Desa Bakti Tima Maliki. Saat dihubungi Wartawan melalui telepon, ia mengakui bahwa daftar penerima BST sudah terdaftar dan menjadi kewenangan Kementerian Sosial. Pemerintah Desa ungkapnya, tidak bisa melakukan verifikasi data penerima yang terdaftar dari Kementerian sosial karena Desa tidak memiliki kewenangan untuk itu. Bahkan ia sudah melakukan konsultasi dan melibatkan tim dari Kabupaten dan kecamatan, namun lagi-lagi pemerintah Desa tidak diperbolehkan melakukan verifikasi dan mengganti nama-nama penerima BST.
Ditanya terkait keakuratan data penerima BST, dimana terdapat penerima BST yang berusia 2 tahun dan anak seorang aparatur, Tima Maliki mengaku bingung perihal sumber data yang digunakan pihak Kementerian Sosial. Untuk itu ia mengaku tenang-tenang saja, karena Pemerintah Desa hanya menjalankan keputusan dari Kementerian Sosial. “Saya tenang-tenang saja karena daftar penerima BST langsung dari Kementerian Sosial” tandasnya.(AM)